info@salaki-salaki.com

Indonesian Tax News

Pajak Tinggi Paksa Mabua Lepas Penjualan Motor Harley

Jakarta, CNN Indonesia — PT Mabua Harley-Davidson akhirnya membuka suara menyoal penghentian keagenan motor besar Harley Davidson di Indonesia. Pengumuman penghentian penjualan tersebut dilakukan oleh Presiden Direktur Mabua Harley-Davidson Indonesia Djonnie Rahmat di diler Mabua, Ciputat, Rabu (10/2).

Dalam konferensi pers, Djonnie menjelaskan beberapa alasan perusahaannya harus melepas status Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) Harley di Indonesia. Tingginya pajak yang dikenakan untuk setiap penjualan satu unit motor Harley membuat penjualan Mabua terus menurun sejak 2013.

Mabua tercatat hanya mampu memperoleh penjualan tertinggi pada 2013 mencapai 991 unit. Kemudian penjualan tersebut merosot menjadi 490 unit pada 2014. Hal ini memicu Mabua Harley-Davidson untuk meluncurkan produk baru Street 500 cc di akhir Desember 2014.

Djonnie menjelaskan, selama menjual Harley, Mabua terpaksa harus menanggung beban pajak sampai 300 persen. Pajak tersebut terkemas dalam berbagai bentuk peraturan mulai dari pajak pertambahan nilai (PPN) impor, pajak penghasilan (PPh), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) hingga bea masuk.

“Faktor-faktor tersebut membuat kelesuan pasar, dan membuat minat beli masyarakat menjadi turun,” ujar Djonnie.

Ia juga mengeluhkan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang semakin parah sejak 2014. Pada saat itu pelemahan rupiah yang mencapai 40 persen telah menambah beban perusahaan dalam menjual motor bersuara gahar tersebut.

“Belum apa-apa kami sudah harus keluar modal 40 persen untuk menutupi biaya, sungguh cobaan yang berat,” katanya.

Kerugian Eksternal

Mabua merupakan anak usaha dari PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Group. CEO MRA Soetikno Soedarjo mengakui 90 persen kerugian yang ditanggung anak usahanya tersebut merupakan pengaruh dari eksternal perusahaan.

Ia bahkan mengapresiasi kinerja anak usahanya yang masih mampu meraih penjualan di atas 400 unit di masa-masa sulit.

“Kami akui, 90 persen penyebab kinerja perusahaan buruk adalah akibat faktor eksternal, karena saya yakin kami sudah melakukan yang terbaik. Tapi memang masanya saja yang sulit,” ujar Soetikno.

Menilik sejarahnya, Harley berhasil bertumbuh dan berkembang berkat dukungan dari penggemar Harley-Davidson di Indonesia. Pada 17 September 2000, PT Dewata Harley-Davidson berdiri di Pulau Bali dan dipimpin oleh Tony Pramoediarso. Keberadaan dua diler resmi Harley-Davidson tersebut menyediakan layanan after sales untuk seluruh konsumen Harley-Davidson di daerah Jawa dan Bali.

Atas prakarsa Soetikno Soedarjo, PT Mabua Harley-Davidson dan PT Dewata Harley-Davidson kemudian disatukan dalam naungan manajemen MRA Group dan menunjuk Djonnie Rahmat sebagai Presiden Direktur.

Di bawah kepemimpinan Djonnie Rahmat, Mabua berkembang pesat dan mendapat kepercayaan yang membanggakan, yaitu: Izin Completely Knock Down (CKD) System dari Harley-Davidson Motor Company (HDMC) pada 2001, sertifikat ISO 9001:2000 untuk PT Mabua Harley-Davidson dan PT Dewata Harley-Davidson pada 2004, dan program loyalitas pelanggan bernama MHD Preferred Card (MPC) yang memberi nilai tambah bagi konsumen. (gen)

Sumber : http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160210181355-92-110173/pajak-tinggi-paksa-mabua-lepas-penjualan-motor-harley/

Leave a Reply